Thea terus memacu mobilnya dengan kencang di antara padatnya jalanan. Ada banyak kendaraan lalu lalang di sana dan ia harus memperhatikan satu per satu mobil dengan ciri – ciri seperti yang petugas keamanan hotel katakan. Sampai ia menemukan sebuah mobil dengan ciri – ciri yang sama. Mobil itu melaju dengan kencang dan membahayakan pengendara yang lain. “ Itu dia mobilnya!” kali ini dia mencoba mendekati mobil itu. Namun, Kalara yang menyetir mobil SUV itu mengetahui kalau mereka sedang diikuti.”Komandan, sepertinya ada yang mengikuti kita,” matanya menatap ke arah spion. “ Itu pasti dia. Kalara, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan bukan?”sang Komandan berkata singkat. Kalara tahu apa yang dimaksudkan. Sebelum Thea sempat menghadang mereka, Kalara sudah terlebih dahulu menghantam bodi sebelah kiri mobil yang ditumpanginya hingga mobil itu menabrak panggar pembatas jalan dan menimbulkan suara gesekan yang diikuti percikan api. Namun, untungnya Thea berhasil menguasai mobilnya hingga berhasil dari maut.
Kali ini ia mencoba mengejar kembali. Dari kejauhan, Thea melihat pintu belakang mobil SUV terbuka. Ifridz, salah satu anak buah Dasim mencoba menghabisinya dengan melempar mobil – mobil yang ada di jalanan ke arahnya hanya dengan menggerakkan tangannya dari kejauhan. Pemandangan mobil – mobil beterbangan dan terguling - guling tersaji malam itu. Dengan sigap, Thea menghindari mobil – mobil nahas itu dengan gerakan zig – zag sehingga terjadi ledakan yang cukup keras di jalan.
“ Keras kepala juga. Aku pastikan setelah ini kau akan berhenti mengejar kami selama – lamanya,” Ifridz merasa kesal. Beberapa detik setelah Ifridz mengucapkan itu, aspal yang melapisi jalan retak di sana – sini dan runtuh seperti sedang terjadi gempa bumi . Thea tidak mempunyai pilihan lain selain keluar dari jalur dengan menerobos pagar pembatas jalan. Di kegelapan malam, sebuah mobil terjun bebas ke jurang yang cukup dalam nan gelap dan terbakar sebelum akhirnya meledak. “ Tugas akhirnya selesai. Sudah tidak ada lagi yang menghalangi kita,” kata – kata yang terdengar sangat menyakitkan di telinga Raheem. Sementara itu, seseorang sedang tergeletak di dasar jurang . Tidak seberapa jauh dari posisinya tergeletak, teronggok mobil yang terbakar hebat. Sesekali terdengar suara ledakan lanjutan.
“Akhh...,” Thea merintih dan susah payah mencoba bangun . Dengan menyandarkan tangannya pada sebatang pohon, Thea melihat ke arah mobilnya yang kini tinggal kerangkanya saja. Dia juga melihat keadaan di atas sana yang sudah kacau. Kobaran api dan sisa longsor bercampur jadi satu.
“ Sekarang aku harus bagaimana?” rasa putus asa menyembul di antara tarikan nafas yang berat. Kemudian, teringat dalam pikirannya tentang Omar. “ Kakak..., ya benar Kakak. Aku harus segera menghubunginya.” Thea meraih handy talky yang ada di dalam tas dan menghubungi sang kakak namun tak ada jawaban sama sekali. Di tengah rasa kebingungan dan putus asa, ia mendengar sesuatu. Dari balik semak – semak muncullah seekor gorila berwarna hitam dengan ukuran yang cukup besar. Matanya yang hitam memandangi Thea dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Hai te..teman. Maafkan aku karena sudah mengganggu tidurmu,” katanya dengan tersenyum kecut seraya melangkah mundur hingga ia tersadar ada sebuah pohon yang menghentikan langkahnya.
Di bawah sinar bulan purnama yang terang, Thea berhasil keluar dari dasar jurang dengan menunggangi gorila raksasa yang ditemuinya di hutan. Ia melihat ke sekeliling dan pemandangan yang mengerikan terpampang di hadapannya. Di seberang reruntuhan jalan yang telah dilewati mobilnya tadi, puluhan mobil yang terbakar dan mayat – mayat yang bergelimpangan di jalan menjadi pemandangan yang akan sulit dilupakan seumur hidupnya.
Sejenak Thea bingung tentang apa yang harus dilakukan kini karena telah kehilangan jejak hingga dirinya teringat sebuah kertas yang sudah lusuh dan agak robek yang ada di dalam tas pemberian kakaknya. Kertas ini adalah kertas ajaib bernama Lamus. “ Lamus, berikan aku denah wilayah Kota Napelez,” kertas yang awalnya polos kini perlahan – lahan mulai muncul denah Kota Napelez. Denah itu ia amati secara detail. Kota ini memiliki sekitar dua puluh distrik dan ada sebuah distrik yang membuatnya curiga. Distrik ini bernama Malmara.
“ Aku ingin informasi detail tentang Malmara,” sekali lagi dia meminta pada Lamus. Dari informasi yang diberikan, Distrik Malmara berjarak kurang lebih enam puluh kilometer arah barat daya dari Napelez. Distrik ini dikelilingi pegunungan yang membuatnya agak terisolir dari dunia luar. Di sini juga terdapat sebuah pemukiman para imigran dari Negara Ibran dan sangat rawan dengan tindakan kejahatan karena mayoritas penduduknya adalah para kriminal. “Kurasa mereka membawa Raheem ke sana. Mungkin Dasim dan anak buahnya menjadikan tempat ini sebagai tempat transit sementara sebelum kembali ke Ibran.”
----*****----
Keesokan harinya, dari atas bukit Thea mengamati mengamati segala aktivitas di Distrik Malmara. Distrik ini tidak terlalu besar sehingga memudahkannya dalam melakukan pengintaian. “Sobat, sekarang kau boleh pergi. Terima kasih atas pertolonganmu sejauh ini dan aku sangat berhutang budi padamu.Setelah ini aku akan turun ke sana untuk menyelamatkan temanku,” dielus – elusnya kepala sang gorila. Kemudian, ia turun ke sana dengan satu harapan : membebaskan Raheem.
Pagi itu, suasana cukup ramai dengan kegiatan ekonomi penduduk setempat. Tak sedikit pula yang menghabiskan pagi dengan mabuk – mabukan. Dengan menggunakan tudung, Thea berjalan menyusuri jalanan dengan harapan tidak menimbulkan kecurigaan. Setelah berjalan untuk beberapa lama, Thea berhenti karena ada sebuah tempat yang menarik perhatiannya. Sekitar sepuluh meter dari tempatnya berdiri, terdapat sebuah kedai.
“Mungkin aku bisa mendapat banyak informasi dari sini tentang keberadaan Raheem,” pikirnya sekilas.
Di lokasi yang berbeda, Raheem duduk dengan posisi kedua tangan terikat ke belakang sementara kedua matanya tertutup kain. Ruangan tempat ia disekap ini hanya memiliki sebuah lampu kecil. Itupun lampu ini tidak berfungsi dengan begitu baik. Sesekali padam kemudian menyala lagi. Begitu seterusnya. Di depan kursi tempatnya duduk sekarang terdapat sebuah meja kecil beserta sebuah kursi lagi di seberangnya.
“ Well, anak muda. Pertama – tama, aku ucapkan banyak terima kasih padamu karena sudah memberikan Azwad padaku,” Dasim membuka kain yang dari tadi menutup mata Raheem. “ Dengar, aku mencari batu ini selama belasan tahun dan kini aku bisa mendapatkannya kembali. Sekarang, kami bisa melanjutkan rencana yang sempat tertunda. Hawa jahat dan dosa – dosa para manusia di masa lalu yang menyebabkan batu ini menghitam akan kami ekstrak dan sebar ke seluruh penjuru dunia dalam wujud kapsul dengan menggunakan pesawat tanpa awak sehingga akan menginfeksi hati dan pikiran manusia sehingga tercipta kekacauan di mana – mana dan pada akhirnya banyak negara yang melemah. Bisa kau tebak, hanya akan ada satu bangsa yang terkuat di dunia yaitu Bangsa Ibran.”
“Dasar sinting!Kau sadar akibat yang akan ditimbulkan oleh ulahmu?”
“Ya, aku sangat sadar. Sadar akan betapa digdayanya dan jeniusnya bangsa kami. Bangsa kami adalah salah satu bangsa terunggul di muka bumi ini dan pintu menjadi satu – satunya bangsa terkuat kini telah ada di depan mata, ha ha ha”
“Aku yakin Thea masih hidup dan akan datang ke sini untuk membebaskanku dan merebut kembali Azwad dari tanganmu!”
“Aku tersentuh mendengarnya. Aku rasa teman wanitamu itu peluangnya untuk selamat sangatlah kecil. Lagipula, kalaupun dia selamat dia tak akan bisa menemukan tempat ini karena tempat ini sangat terpencil. “
Sebelum Dasim meninggalkan ruangan, dia mengucapkan sesuatu kepada Raheem. “Oh, aku hampir lupa sesuatu. Saat masih di hutan, aku bertemu dengan Omar. Menurutku, dia adalah orang yang keras kepala dan sulit diajak kerja sama jadi aku putuskan untuk mengakhiri hidupnya saja. Kini kakak beradik itu pasti sudah bertemu di alam baka ha ha ha”
Sungguh terkejut Raheem mendengar kematian Omar. “ Kau akan menerima balasan atas semua kejahatan yang telah kau lakukan,” katanya geram. “Tutup matanya..dan juga sumpal mulutnya agar ia tak banyak bicara lagi,” seorang penjaga yang diperintahpun mengerti apa yang harus dilakukannya.
----*****----
“Hei..aku tak pernah melihatmu sebelumnya. Kau pasti pendatang, bukan?” Pemilik kedai membuka obrolan dengan Thea saat gadis itu minum - minum. “ Ya, benar. Aku adalah seorang pengembara yang kebetulan melintas di sini, “ jawab Thea mencoba bersikap ramah.“Sebaiknya berhati – hatilah jika kamu di sini. Daerah ini adalah sarang dari para penjahat. Perampok, pembunuh, copet, semua ada di sini,” pelayan kedai mengingatkan.
“Anda sendiri kenapa membuka usaha di tempat seperti ini? Bukankah lebih aman jika membuka usaha di tempat lain yang lebih aman?” rasa heran bergelayutan di pikiran Thea. “ Sebenarnya tempat ini adalah peninggalan kedua orang tuaku dan sudah berdiri jauh sebelum para imigran dari Ibran datang kemari. Sesaat sebelum ayahku meninggal, dia memintaku untuk meneruskannya. Jadilah sekarang tempat ini sebagai satu – satunya sumber penghasilanku,” tangan si pemilik kedai sibuk membersihkan meja dari gelas – gelas.”Yah, di sini memang banyak orang – orang brengsek, akan tetapi selama mereka tidak menggangguku itu tak jadi masalah.” Di tengah – tengah obrolan mereka, tiba – tiba terdengar suara pintu kedai terbuka dan masuklah seseorang yang wajahnya sangat sayu. Kelihatannya dia tidak tidur semalaman.
“Hei, Bernard. Bawakan aku segelas minuman terbaikmu!” Orang ini berteriak kepada si pemilik kedai lalu menuju ke sebuah meja yang mana teman – temannya sudah menunggu di sana. “ Baiklah Harry! Akan aku antar segera ke sana. Ngomong – ngomong kenapa terlihat lelah begitu?” tanya pemilik kedai. “Semalaman aku bertugas menjaga tawawanan yang dibawa oleh Tuan Dasim. Tawanan ini sungguh tidak bisa membuatku tidur karena ia terus membuat kegaduhan di dalam ruangan tempatnya disekap,” Harry mengeluh.”Ha..ha..ha.. memang seharusnya seperti itulah tugas seorang penjaga. Seharusnya pula kamu berterima kasih padanya karena membuatmu terhindar dari amarah Tuan Dasim. Coba bayangkan, seandainya Tuan Dasim mendapatimu tertidur pasti engkau sudah dibunuhnya,” Bernard tertawa sambil membersihkan gelas.
Setelah berada di kedai sekitar tiga puluh menit lamanya, penjaga bernama Harry ini keluar dan di belakangnya diam – diam Thea mengikuti. Langkah sang penjaga membawanya menyusuri persawahan dan perkebunan warga sebelum sampai di sebuah rumah yang letaknya agak terpencil sehingga tak banyak orang yang tahu jika di sana terdapat sebuah rumah.
Rumah ini sedikit berbeda dengan rumah lainnya. Yang membedakannya dengan rumah – rumah yang lain adalah rumah tersebut terdiri atas dua lantai dengan dua orang penjaga di depannya. Thea berhenti di antara semak – semak dan mengamati gerak – gerik Harry dan teman – teman sesama penjaganya. Mereka bertiga sedang tertawa terbahak – bahak. “Sekarang aku harus menaklukkan para penjaga itu dan membebaskan Raheem,” Thea berkata kepada dirinya sendiri.
(TO BE CONTINUED)